This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Rabu, 01 Juni 2011

10 Fakta Mengenai Proklamasi dan Sejarah Umum Bangsa Indonesia yang Tidak Kita Ketahui


Tujuh belas Agustus merupakan hari besar kemerdekaan bangsa Indonesia. Pada tanggal tersebut, 64 tahun yang lalu merupakan hari paling bersejarah negeri ini karena di hari itulah merupakan awal dari kebangkitan rakyat Indonesia dalam melawan penjajahan sekaligus penanda awalnya revolusi. Namun, ada beberapa hal menarik seputar hari kemerdekaan negeri kita tercinta ini yang sayang jika belum Anda ketahui.

1. Soekarno Sakit Saat Proklamirkan Kemerdekaan


Pada 17 Agustus 1945 pukul 08.00 (2 jam sblm pembacaan teks Proklamasi), ternyata Bung Karno masih tidur nyenyak di kamarnya, di Jalan Pegangsaan Timur 56, Cikini. Dia terkena gejala malaria tertiana. Suhu badannya tinggi dan sangat lelah setelah begadang bersama para sahabatnya menyusun konsep naskah proklamasi di rumah Laksamana Maeda. Saat itu, tepat di tengah2 bulan puasa Ramadhan.

'Pating greges', keluh Bung Karno setelah dibangunkan dr Soeharto, dokter kesayangannya. Kemudian darahnya dialiri chinineurethan intramusculair dan menenggak pil brom chinine. Lalu ia tidur lagi. Pukul 09.00, Bung Karno terbangun. Berpakaian rapi putih-putih dan menemui sahabatnya, Bung Hatta.

Tepat pukul 10.00, keduanya memproklamasikan kemerdekaan Indonesia dari serambi rumah. 'Demikianlah Saudara-saudara! Kita sekalian telah merdeka!', ujar Bung Karno di hadapan segelintir patriot-patriot sejati. Mereka lalu menyanyikan lagu kebangsaan sambil mengibarkan bendera pusaka Merah Putih. Setelah upacara yang singkat itu, Bung Karno kembali ke kamar tidurnya; masih meriang. Tapi sebuah revolusi telah dimulai...

2. Upacara Proklamasi Kemerdekaan Dibuat Sangat Sederhana


Upacara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia ternyata berlangsung tanpa protokol, tak ada korps musik, tak ada konduktor, dan tak ada pancaragam. Tiang bendera pun dibuat dari batang bambu secara kasar, serta ditanam hanya beberapa menit menjelang upacara. Tetapi itulah, kenyataan yang yang terjadi pada sebuah upacara sakral yang dinanti-nanti selama lebih dari 300 tahun!

3. Bendera dari Seprai


Bendera Pusaka Sang Merah Putih adalah bendera resmi pertama bagi RI. Tetapi dari apakah bendera sakral itu dibuat? Warna putihnya dari kain sprei tempat tidur dan warna merahnya dari kain tukang soto!

4. Akbar Tanjung Jadi Menteri Pertama “Orang Indonesia Asli”


Setelah merdeka 43 tahun, Indonesia baru memiliki seorang menteri pertama yang benar-benar 'orang Indonesia asli'. Karena semua menteri sebelumnya lahir sebelum 17 Agustus 1945. Itu berarti, mereka pernah menjadi warga Hindia Belanda dan atau pendudukan Jepang, sebab negara hukum Republik Indonesia memang belum ada saat itu. 'Orang Indonesia asli' pertama yang menjadi menteri adalah Ir Akbar Tanjung (lahir di Sibolga, Sumatera Utara, 30 Agustus 1945), sebagai Menteri Negara Pemuda dan Olah Raga pada Kabinet Pembangunan (1988-1993).

5. Kalimantan Dipimpin 3 Kepala Negara

Menurut Proklamasi 17 Agustus 1945, Kalimantan adalah bagian integral wilayah hukum Indonesia. Kenyataannya, pulau tersebut paling unik di dunia. Di pulau tersebut, ada 3 kepala negara yang memerintah! Presiden Soeharto (memerintah 4 wilayah provinsi), PM Mahathir Mohamad (Sabah dan Serawak) serta Sultan Hassanal Bolkiah (Brunei).

6. Setting Revolusi di Indonesia Diangkat Ke Film

Ada lagi hubungan erat antara 17 Agustus dan Hollywood. Judul pidato 17 Agustus 1964, 'Tahun Vivere Perilocoso' (Tahun yang Penuh Bahaya), telah dijadikan judul sebuah film - dalam bahasa Inggris; 'The Year of Living Dangerously'. Film tersebut menceritakan pegalaman seorang wartawan Australia yg ditugaskan di Indonesia pada 1960-an, pada detik2 menjelang peristiwa berdarah th 1965. Pada 1984, film yang dibintangi Mel Gibson itu mendapat Oscar untuk kategori film asing!

7. Naskah Asli Proklamasi Ditemukan di Tempat Sampah


Naskah asli teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang ditulis tangan oleh Bung Karno dan didikte oleh Bung Hatta, ternyata tidak pernah dimiliki dan disimpan oleh Pemerintah! Anehnya, naskah historis tersebut justru disimpan dengan baik oleh wartawan BM Diah. Diah menemukan draft proklamasi itu di keranjang sampah di rumah Laksamana Maeda, 17 Agustus 1945 dini hari, setelah disalin dan diketik oleh Sajuti Melik.Pada 29 Mei 1992, Diah menyerahkan draft tersebut kepada Presiden Soeharto, setelah menyimpannya selama 46 tahun 9 bulan 19 hari.

8. Soekarno Memandikan Penumpang Pesawat dengan Air Seni

Rasa-rasanya di dunia ini, hanya the founding fathers Indonesia yang pernah mandi air seni. Saat pulang dari Dalat (Cipanasnya Saigon), Vietnam, 13 Agustus 1945, Soekarno bersama Bung Hatta, dr Radjiman Wedyodiningrat dan dr Soeharto (dokter pribadi Bung Karno) menumpang pesawat fighter bomber bermotor ganda. Dalam perjalanan, Soekarno ingin sekali buang air kecil, tetapi tak ada tempat. Setelah dipikir, dicari jalan keluarnya untuk hasrat yang tak tertahan itu. Melihat lubang-lubang kecil di dinding pesawat, di situlah Bung Karno melepaskan hajat kecilnya. Karena angin begitu kencang sekali, bersemburlah air seni itu dan membasahi semua penumpang.

9. Negatif Film Foto Kemerdekaan Disimpan Di Bawah Pohon

Berkat kebohongan, peristiwa sakral Proklamasi 17 Agustus 1945 dapat didokumentasikan dan disaksikan oleh kita hingga kini. Saat tentara Jepang ingin merampas negatif foto yang mengabadikan peristiwa penting tersebut, Frans Mendoer, fotografer yang merekam detik-detik proklamasi, berbohong kepada mereka. Dia bilang tak punya negatif itu dan sudah diserahkan kepada Barisan Pelopor, sebuah gerakan perjuangan. Mendengar jawaban itu, Jepang pun marah besar. Padahal negatif film itu ditanam di bawah sebuah pohon di halaman Kantor harian Asia Raja. Setelah Jepang pergi, negatif itu diafdruk dan dipublikasi secara luas hingga bisa dinikmati sampai sekarang. Bagaimana kalau Mendoer bersikap jujur pada Jepang?

10. Bung Hatta Berbohong Demi Proklamasi


Kali ini, Bung Hatta yang berbohong demi proklamasi. Waktu masa revolusi, Bung Karno memerintahkan Bung Hatta untuk meminta bantuan senjata kepada Jawaharlal Nehru. Cara untuk pergi ke India pun dilakukan secara rahasia. Bung Hatta memakai paspor dengan nama 'Abdullah, co-pilot'. Lalu beliau berangkat dengan pesawat yang dikemudikan Biju Patnaik, seorang industrialis yang kemudian menjadi menteri pada kabinet PM Morarji Desai. Bung Hatta diperlakukan sangat hormat oleh Nehru dan diajak bertemu Mahatma Gandhi.

Nehru adalah kawan lama Hatta sejak 1920-an dan Gandhi mengetahui perjuangan Hatta. Setelah pertemuan, Gandhi diberi tahu oleh Nehru bahwa 'Abdullah' itu adalah Mohammad hatta. Apa reaksi Gandhi? Dia marah besar kepada Nehru, karena tidak diberi tahu yang sebenarnya.'You are a liar !' ujar tokoh kharismatik itu kepada Nehru.

Minggu, 22 Mei 2011

HISTORY OF ISLAMIC CIVILIZATION

JEJAK KEGEMILANGAN UMAT ISLAM DALAM PENTAS SEJARAH DUNIA 
Oleh: Ir. H. Budi Suherdiman Januardi, MM.
 
Sejarah perjuangan umat Islam dalam pentas peradaban dunia berlangsung sangat lama sekira 13 abad, yaitu sejak masa kepemimpinan Rasulullah Saw di Madienah (622-632M); Masa Daulat Khulafaur Rasyidin (632-661M); Masa Daulat Umayyah (661-750M) dan Masa Daulat Abbasiyah (750-1258 M) sampai tumbangnya Kekhilafahan Turki Utsmani pada tanggal 28 Rajab tahun 1342 H atau bertepatan dengan tanggal 3 Maret 1924 M, dimana masa-masa kejayaan dan puncak keemasannya banyak melahirkan banyak ilmuwan muslim berkaliber internasional yang telah menorehkan karya-karya luar biasa dan bermanfaat bagi umat manusia yang terjadi selama kurang lebih 700 tahun, dimulai dari abad 6 M sampai dengan abad 12 M. Pada masa tersebut, kendali peradaban dunia berada pada tangan umat Islam.

Pada saat berjayanya peradaban Islam semangat pencarian ilmu sangat kental dalam kehidupan sehari-hari. Semangat pencarian ilmu yang berkembang menjadi tradisi intelektual secara historis dimulai dari pemahaman (tafaqquh) terhadap al-Qur'an yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw yang kemudian dipahami, ditafsirkan dan dikembangkan oleh para sahabat, tabiin, tabi' tabiin dan para ulama yang datang kemudian dengan merujuk pada Sunnah Nabi Muhammad saw.

ERA RASULULLAH SAW (622-632M) DAN PERIODE DAULAT KHULAFAUR RASYIDIN (632-661 M)

Kesuksesan Rasulullah Muhammad Saw dalam membangun peradaban Islam yang tiada taranya dalam sejarah dicapai dalam kurun waktu 23 tahun, 13 tahun langkah persiapan pada periode Makkah (Makiyyah) dan 10 tahun periode Madienah (Madaniyah). Periode 23 tahun merupakan rentang waktu kurang dari satu generasi, dimana beliau Saw telah berhasil memegang kendali kekuasaan atas bangsa-bangsa yang lebih tua peradabannya saat itu khususnya Romawi, Persia dan Mesir.

Seorang ahli pikir Perancis bernama Dr. Gustave Le Bone mengatakan:
“Dalam satu abad atau 3 keturunan, tidak ada bangsa-bangsa manusia dapat mengadakan perubahan yang berarti. Bangsa Perancis memerlukan 30 keturunan atau 1000 tahun baru dapat mengadakan suatu masyarakat yang bercelup Perancis. Hal ini terdapat pada seluruh bangsa dan umat, tak terkecuali selain dari umat Islam, sebab Muhammad El-Rasul sudah dapat mengadakan suatu masyarakat baru dalam tempo satu keturunan (23 tahun) yang tidak dapat ditiru atau diperbuat oleh orang lain”.

Masa kerasulan Muhammad Saw pada akhir periode Madienah merupakan puncak (kulminasi) peradaban Islam, karena disitulah sistem Islam disempurnakan dan ditegakkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu”. (QS. Al-Maidah ayat 3).

Generasi masa itu merupakan generasi terbaik sebagaimana firman Allah Swt:“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah”. (QS. Ali Imran ayat 110).

PERIODE DAULAT UMAYYAH (661-750M) 
Masa Kedaulatan Umayyah berlangsung selama lebih kurang 90 tahun. Beberapa orang Khalifah besar Bani Umayyah ini adalah Muawiyah bin Abi Sufyan (661-680 M), Abdul Malik bin Marwan (685- 705 M), Al-Walid bin Abdul Malik (705-715 M), Umar bin Abdul Aziz (717- 720 M) dan Hasyim bin Abdul Malik (724- 743 M).

Awal berlangsungya periode Daulat Umayyah lebih memprioritaskan pada perluasan wilayah kekuasaan. Ekspansi wilayah yang sempat terhenti pada masa Khalifah Utsman dan Khalifah Ali dilanjutkan kembali oleh Daulat Umayyah. Pada zaman Muawiyah, Tunisia ditaklukkan. Di sebelah Timur, Muawiyah dapat menguasai daerah Khurasan sampai ke sungai Oxus dan Afganistan sampai ke Kabul. Angkatan lautnya melakukan serangan-serangan ke ibu kota Bizantium, Konstantinopel. Ekspansi ke timur yang dilakukan Muawiyah kemudian dilanjutkan oleh khalifah Abdul Malik. Dia mengirim tentara menyeberangi sungai Oxus dan dapat berhasil menundukkan Balkh, Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan Samarkand. Tentaranya bahkan sampai ke India dan dapat menguasai Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke Maltan.

Ekspansi ke Barat secara besar-besaran dilanjutkan pada zaman Al-Walid bin Abdul Malik. Masa pemerintahan Walid adalah masa ketenteraman, kemakmuran dan ketertiban, dimana umat Islam merasa hidup bahagia. Pada masa pemerintahannya yang berjalan kurang lebih sepuluh tahun, tercatat bahwa pada tahun 711 M merupakan suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wilayah Barat Daya, benua Eropa. Setelah Al-Jazair dan Marokko dapat ditundukan, Tariq bin Ziyad, panglima pasukan Islam, dengan pasukannya menyeberangi selat yang memisahkan antara Marokko dengan benua Eropa, dan mendarat di suatu tempat yang sekarang dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Tariq). Tentara Spanyol dapat dikalahkan. Dengan demikian, Spanyol menjadi sasaran ekspansi selanjutnya. Ibu kota Spanyol, Cordova, dengan cepatnya dapat dikuasai. Menyusul setelah itu kota-kota lain seperti Sevi'e, Elvira dan Toledo yang dijadikan ibu kota Spanyol yang baru setelah jatuhnya Cordova. Pasukan Islam memperoleh kemenangan dengan mudah karena mendapat dukungan dari rakyat setempat yang sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa. Pada zaman Umar bin Abdul Aziz, serangan dilakukan ke Prancis melalui pegunungan Piranee. Serangan ini dipimpin oleh Aburrahman bin Abdullah Al-Ghafiqi. Ia mulai dengan menyerang Bordeau, Poitiers. Dari sana ia mencoba menyerang Tours. Namun, dalam peperangan yang terjadi di luar kota Tours, Al-Ghafiqi terbunuh, dan tentaranya mundur kembali ke Spanyol. Disamping daerah-daerah tersebut di atas, pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah juga jatuh ke tangan Islam pada zaman Bani Umayyah.

Dengan keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik di timur maupun barat, wilayah kekuasaan Islam masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat luas. Daerah-daerah itu meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina, Jazirah Arabia, Irak, sebagian Asia Kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan, Purkmenia, Uzbek, dan Kirgis di Asia Tengah.

Disamping ekspansi kekuasaan Islam, Bani Umayyah juga banyak berjasa dalam pembangunan di berbagai bidang. Pada bidang pengembangan keilmuan, Daulat Umayyah mengawalinya dengan mengeluarkan sebuah kebijakan startegis. Adalah Khalifah Abdul Malik (685-705M) merupakan Khalifah pertama yang berhasil melakukan berbagi pembenahan administrasi pemerintahan dimana beliau memerintahkan penggunaan Bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan dan kenegaraan di seluruh wilayah Islam yang membentang dari Pegunungan Thian Shan di sebelah Timur sampai Pegunungan Pyrenees di Sebelah Barat termasuk dalam berbagai administrasi kenegaraan lainnya yang pada perkembangan selanjutnya Bahasa Arab menjadi bahasa umum sebagai bahasa pengantar dunia (lingua franca), juga menjadi bahasa diplomatik antar Bangsa diantara Barat dan Timur bahkan berkembang menjadi bahasa ilmiah sampai kepada zaman renaissance, hingga Roger Bacon (1214-1294 M) dari Oxford ahli pikir Inggeris terbesar itu, menurut Ecyclopedia Britanica, 1951, volume II, halaman 191-197, mendorong sedemikian rupa untuk mempelajari Bahasa Arab guna memperoleh pengetahuan yang sangat murni, yang menyatakan bahwa: “Roger Bacon, placing Averroes beside Aristole and Avicenna, recomends the study of Arabic as the only way of getting the knowledge which bad versions obscured”, yakni “menganjurkan mempelajari Bahasa Arab sebagai jalan satu-satunya bagi memperoleh ilmu yang telah dikaburkan oleh versi-versi yang jelek” sebelumnya.

Kemajuan tradisi intelektual dan ilmu pengetahuan pada zaman Daulat Umayyah di Andalusia dirasakan oleh masyarakat Eropa. Oliver Leaman menggambarkan kondisi kehidupan intelektual di sana sebagai berikut:

“….pada masa peradaban agung [wujud] di Andalus, siapapun di Eropa yang ingin mengetahui sesuatu yang ilmiyah ia harus pergi ke Andalus. Di waktu itu banyak sekali problem dalam literatur Latin yang masih belum terselesaikan, dan jika seseorang pergi ke Andalus maka sekembalinya dari sana ia tiba-tiba mampu menyelesaikan masalah-masalah itu. Jadi Islam di Spanyol mempunyai reputasi selama ratusan tahun dan menduduki puncak tertinggi dalam pengetahuan filsafat, sains, tehnik dan matematika. Ia mirip seperti posisi Amerika saat ini, dimana beberapa universitas penting berada”. 

Pada bidang lainnya, pembangunan yang dilakukan Muawiyah diantaranya mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda yang lengkap dengan peralatannya di sepanjang jalan. Dia juga berusaha menertibkan angkatan bersenjata dan mencetak mata uang. Pada masanya, jabatan khusus seorang hakim (qadhi) mulai berkembang menjadi profesi tersendiri. Qadhi adalah seorang spesialis dibidangnya. Khalifah Abdul Malik mengubah mata uang Bizantium dan Persia yang dipakai di daerah-daerah yang dikuasai Islam. Untuk itu, dia mencetak uang tersendiri pada tahun 659 M dengan memakai kata-kata dan tulisan Arab. Keberhasilan Khalifah Abdul Malik diikuti oleh puteranya Al-Walid bin Abdul Malik (705-715 M) seorang yang berkemauan keras dan berkemampuan melaksanakan pembangunan. Dia membangun panti-panti untuk orang cacat. Semua personel yang terlibat dalam kegiatan yang humanis ini digaji oleh negara secara tetap. Dia juga membangun jalan-jalan raya yang menghubungkan suatu daerah dengan daerah lainnya, pabrik-pabrik, gedung-gedung pemerintahan dan masjid-masjid yang megah.

Pada lapangan perdagangan yakni pada saat peradaban Islam telah menguasai dunia perdagangan sejak permulaan Daulat Umayyah (661-750M), dimana pesisir lautan Hindia sampai ke Lembah Sind, sehingga terjalin kesatuan wilayah yang luas dari Timur sampai Barat yang berimplikasi terhadap lancarnya lalu-lintas dagang di dataran antara Tiongkok dengan dunia belahan Barat pegunungan Thian Shan melalui Jalan Sutera (Silk Road) yang terkenal itu, yang kemudian terbuka pula jalur perdagangan melalui Teluk Parsi, Teluk Aden yang menghubungkannya dengan kota-kota dagang di sepanjang pesisir Benua Eropa, menyebabkan “kebutuhan Eropa pada saat itu amat tergantung pada kegiatan dagang di dalam wilayah Islam”.

PERIODE DAULAT ABBASIYAH (132H/750M s.d. 656H/1258 M)
Masa Kedaulatan Abbasiyah berlangsung selama 508 tahun, sebuah rentang sejarah yang cukup lama dalam sebuah peradaban. Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbas menjadi lima periode: (1) Periode Pertama (132 H/750 M-232 H/847 M), disebut periode pengaruh Persia pertama; (2) Periode Kedua (232 H/847 M-334 H/945 M), disebut pereode pengaruh Turki pertama; (3) Periode Ketiga (334 H/945 M-447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti Buwaih dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua; (4) Periode Keempat (447 H/1055 M-590 H/l194 M), masa kekuasaan dinasti Bani Seljuk dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah; biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua; (5) Periode Kelima (590 H/1194 M-656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Bagdad.

Tidak seperti pada periode Umayyah, Periode pertama Daulat Abbasiyah lebih memprioritaskan pada penekanan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam daripada perluasan wilayah. Fakta sejarah mencatat bahwa masa Kedaulatan Abbasiyah merupakan pencapaian cemerlang di dunia Islam pada bidang sains, teknologi dan filsafat. Pada saat itu dua pertiga bagian dunia dikuasai oleh Kekhilafahan Islam.

Masa sepuluh Khalifah pertama dari Daulat Abbasiyah merupakan masa kejayaan (keemasan) peradaban Islam, dimana Baghdad mengalami kemajuan ilmu pengetahuan yang pesat. Secara politis, para khalifah betul-betul merupakan tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di sisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam. Namun setelah periode ini berakhir, pemerintahan Bani Abbas mulai menurun dalam bidang politik, meskipun filsafat dan ilmu pengetahuan terus berkembang.

Pada masa sepuluh Khalifah pertama itu, puncak pencapaian kemajuan peradaban Islam terjadi pada masa pemerintahan Harun Al-Rasyid (786-809 M). Harun Al-Rasyid adalah figur khalifah shaleh ahli ibadah; senang bershadaqah; sangat mencintai ilmu sekaligus mencintai para ‘ulama; senang dikritik serta sangat merindukan nasihat terutama dari para ‘ulama. Pada masa pemerintahannya dilakukan sebuah gerakan penerjemahan berbagai buku Yunani dengan menggaji para penerjemah dari golongan Kristen dan penganut agama lainnya yang ahli. Ia juga banyak mendirikan sekolah, yang salah satu karya besarnya adalah pembangunan Baitul Hikmah, sebagai pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar. Perpustakaan pada masa itu lebih merupakan sebuah universitas, karena di samping terdapat kitab-kitab, di sana orang juga dapat membaca, menulis dan berdiskusi.

Harun Al-Rasyid juga menggunakan kekayaan yang banyak untuk dimanfaatkan bagi keperluan sosial. Rumah sakit, lembaga pendidikan dokter, dan farmasi didirikan. Pada masanya sudah terdapat paling tidak sekitar 800 orang dokter. Disamping itu, pemandian-pemandian umum juga dibangun. Kesejahteraan, sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah negara Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat yang tak tertandingi.

Terjadinya perkembangan lembaga pendidikan pada masa Harun Al Rasyid mencerminkan terjadinya perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan. Hal ini sangat ditentukan oleh perkembangan bahasa Arab, baik sebagai bahasa administrasi yang sudah berlaku sejak zaman Bani Umayyah, maupun sebagai bahasa ilmu pengetahuan.

Pada masa pemerintahan Abbasiyah pertama juga lahir para imam mazhab hukum yang empat hidup Imam Abu Hanifah (700-767 M); Imam Malik (713-795 M); Imam Syafi'i (767-820 M) dan Imam Ahmad bin Hanbal (780-855 M).

Pencapaian kemajuan dunia Islam pada bidang ilmu pengetahuan tersebut tidak terlepas dari adanya sikap terbuka dari pemerintahan Islam pada saat itu terhadap berbagai budaya dari bangsa-bangsa sebelumnya seperti Yunani, Persia, India dan yang lainnya. Gerakan penterjemahan yang dilakukan sejak Khalifah Al-Mansur (745-775 M) hingga Harun Al-Rasyid berimplikasi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan umum, terutama di bidang astronomi, kedokteran, filsafat, kimia, farmasi, biologi, fisika dan sejarah.

Menurut Demitri Gutas proses penterjemahan di zaman Abbasiyah didorong oleh motif sosial, politik dan intelektual. Ini berarti bahwa para pihak baik dari unsur masyarakat, elit penguasa, pengusaha dan cendekiawan terlibat dalam proses ini, sehingga dampaknya secara kultural sangat besar.

Gerakan penerjemahan pada zaman itu kemudian diikuti oleh suatu periode kreativitas besar, karena generasi baru para ilmuwan dan ahli pikir muslim yang terpelajar itu kemudian membangun dengan ilmu pengetahuan yang diperolehnya untuk mengkontribusikannya dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan.

Menurut Marshall, proses pengislaman tradisi-tradisi itu telah berbuat lebih jauh dari sekadar mengintegrasikan dan memperbaiki, hal itu telah menghasilkan energi kreatif yang luar biasa. Menurutnya, periode kekhalifahan dalam sejarah Islam merupakan periode pengembangan di bidang ilmu, pengetahuan dan kebudayaan, dimana pada zaman itu telah melahirkan tokoh-tokoh besar di bidang filsafat dan ilmu pengetahuan seperti Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, Al-Farabi. Berbagai pusat pendidikan tempat menuntut ilmu dengan perpustakaan-perpustakaan besar bermunculan di Cordova, Palermo, Nisyapur, Kairo, Baghdad, Damaskus, dan Bukhara, dimana pada saat yang sama telah mengungguli Eropa yang tenggelam dalam kegelapan selama berabad-abad. Kehidupan kebudayaan dan politik baik dari kalangan orang Islam maupun non-muslim pada zaman kekhilafahan dilakukan dalam kerangka Islam dan bahasa Arab, walaupun terdapat perbedaan-perbedaan agama dan suku yang plural.

Pada saat itu umat Islam telah berhasil melakukan sebuah akselerasi, jauh meninggalkan peradaban yang ada pada saat itu. Hidupnya tradisi keilmuan, tradisi intelektual melalui gerakan penerjamahan yang kemudian dilanjutkan dengan gerakan penyelidikan yang didukung oleh kuatnya elaborasi dan spirit pencarian, pengembangan ilmu pengetahuan yang berkembang secara pesat tersebut, mengakibatkan terjadinya lompatan kemajuan di berbagai bidang keilmuan yang telah melahirkan berbagai karya ilmiah yang luar biasa.
Menurut Oliver Leaman proses penterjemahan yang dilakukan ilmuwan muslim tidak hanya menterjemahkan karya-karya Yunani secara ansich, tetapi juga mengkaji teks-teks itu, memberi komentar, memodifikasi dan mengasimilasikannya dengan ajaran Islam. Proses asimilasi tersebut menurut Thomas Brown terjadi ketika peradaban Islam telah kokoh. Sains, filsafat dan kedoketeran Yunani diadapsi sehingga masuk kedalam lingkungan pandangan hidup Islam. Proses ini menggambarkan betapa tingginya tingkat kreativitas ilmuwan muslim sehingga dari proses tersebut telah melahirkan pemikiran baru yang berbeda sama sekali dari pemikiran Yunani dan bahkan boleh jadi asing bagi pemikiran Yunani.

Pada masa-masa permulaan perkembangan kekuasaan, Islam telah memberikan kontribusi kepada dunia berupa tiga jenis alat penting yaitu paper (kertas), compass (kompas) and gunpowder (mesiu). Penemuan alat cetak (movable types) di Tiongkok pada penghujung abad ke-8 M dan penemuan alat cetak serupa di Barat pada pertengahan abad 15 oleh Johann Gutenberg, menurut buku Historians’ History of the World, akan tidak ada arti dan gunanya jika Bangsa Arab tidak menemukan lebih dahulu cara-cara bagi pembuatan kertas.

Pencapaian prestasi yang gemilang sebagai implikasi dari gerakan terjemahan yang dilakukan pada zaman Daulat Abbasiah sangat jelas terlihat pada lahirnya para ilmuwan muslim yang mashur dan berkaliber internasional seperti : Al-Biruni (fisika, kedokteran); Jabir bin Hayyan (Geber) pada ilmu kimia; Al-Khawarizmi (Algorism) pada ilmu matematika; Al-Kindi (filsafat); Al-Farazi, Al-Fargani, Al-Bitruji (astronomi); Abu Ali Al-Hasan bin Haythami pada bidang teknik dan optik; Ibnu Sina (Avicenna) yang dikenal dengan Bapak Ilmu Kedokteran Modern; Ibnu Rusyd (Averroes) pada bidang filsafat; Ibnu Khaldun (sejarah, sosiologi). Mereka telah meletakkan dasar pada berbagai bidang ilmu pengetahuan.

Beberapa ilmuwan muslim lainnya pada masa Daulat Abbasiyah yang karyanya diakui dunia diantaranya:
• Al-Razi (guru Ibnu Sina), berkarya dibidang kimia dan kedokteran, menghasilkan 224 judul buku, 140 buku tentang pengobatan, diterjemahkan ke dalam Bahasa Latin. Bukunya yang paling masyhur adalah Al-Hawi Fi ‘Ilm At Tadawi (30 jilid, berisi tentang jenis-jenis penyakit dan upaya penyembuhannya). Buku-bukunya menjadi bahan rujukan serta panduan dokter di seluruh Eropa hingga abad 17. Al-Razi adalah tokoh pertama yang membedakan antara penyakit cacar dengan measles. Dia juga orang pertama yang menyusun buku mengenai kedokteran anak. Sesudahnya, ilmu kedokteraan berada di tangan Ibnu Sina;
• Al-Battani (Al-Batenius), seorang astronom. Hasil perhitungannya tentang bumi mengelilingi pusat tata surya dalam waktu 365 hari, 5 jam, 46 menit, 24 detik, mendekati akurat. Buku yang paling terkenal adalah Kitab Al Zij dalam bahasa latin: De Scienta Stellerum u De Numeris Stellerumet Motibus, dimana
  terjemahan tertua dari karyanya masih ada di Vatikan;
• Al Ya’qubi, seorang ahli geografi, sejarawan dan pengembara. Buku tertua dalam sejarah ilmu geografi berjudul Al Buldan (891), yang diterbitkan kembali oleh Belanda dengan judul Ibn Waddih qui dicitur al-Ya’qubi historiae;
• Al Buzjani (Abul Wafa). Ia mengembangkan beberapa teori penting di bidang matematika (geometri dan trigonometri).

Sejarah telah membuktikan bahwa kontribusi Islam pada kemajuan ilmu pengetahuan di dunia modern menjadi fakta sejarah yang tak terbantahkan. Bahkan bermula dari dunia Islamlah ilmu pengetahuan mengalami transmisi (penyebaran, penularan), diseminasi dan proliferasi (pengembangan) ke dunia Barat yang sebelumnya diliputi oleh masa ‘the Dark Ages’ mendorong munculnya zaman renaissance atau enlightenment (pencerahan) di Eropa.

Melalui dunia Islam-lah mereka mendapat akses untuk mendalami dan mengembangkan ilmu pengetahuan modern. Menurut George Barton, ketika dunia Barat sudah cukup masak untuk merasakan perlunya ilmu pengetahuan yang lebih dalam, perhatiannya pertama-tama tidak ditujukan kepada sumber-sumber Yunani, melainkan kepada sumber-sumber Arab.

Sebelum Islam datang, menurut Gustav Le Bon, Eropa berada dalam kondisi kegelapan, tak satupun bidang ilmu yang maju bahkan lebih percaya pada tahayul. Sebuah kisah menarik terjadi pada zaman Daulat Abbasiah saat kepemimpinan Harun Al-Rasyid, tatkala beliau mengirimkan jam sebagai hadiah pada Charlemagne seorang penguasa di Eropa. Penunjuk waktu yang setiap jamnya berbunyi itu oleh pihak Uskup dan para Rahib disangka bahwa di dalam jam itu ada jinnya sehingga mereka merasa ketakutan, karena dianggap sebagai benda sihir. Pada masa itu dan masa-masa berikutnya, baik di belahan Timur Kristen maupun di belahan Barat Kristen masih mempergunakan jam pasir sebagai penentuan waktu.

Bagaimana kondisi kegelapan Eropa pada zaman pertengahan (Abad 9 M) bukan hanya pada aspek mental-dimana cenderung bersifat takhayul, demikian pula halnya dalam aspek fisik material. Hal ini sebagaimana digambarkan oleh William Drapper:

“Pada zaman itu Ibu Kota pemerintahan Islam di Cordova merupakan kota paling beradab di Eropa, 113.000 buah rumah, 21 kota satelit, 70 perpustakaan dan toko-toko buku, masjid-masjid dan istana yang banyak. Cordova menjadi mashur di seluruh dunia, dimana jalan yang panjangnya bermil-mil dan telah dikeraskan diterangi dengan lampu-lampu dari rumah-rumah di tepinya. Sementara kondisi di London 7 abad sesudah itu (yakni abad 15 M), satu lampu umumpun tidak ada. Di Paris berabad-abad sesudah zaman Cordova, orang yang melangkahi ambang pintunya pada saat hujan, melangkah sampai mata kakinya ke dalam lumpur”.

Menurut Philip K. Hitti, jarak peradaban antara kaum muslimin di bawah kepemimpinan Harun Al-Rasyid jauh melampaui peradaban yang ada pada orang-orang Kristen pimpinan Charlemagne.

Pertengahan abad 9 M peradaban Islam telah meliputi seluruh Spanyol. Masuknya Islam ke Spanyol yaitu setelah Abdur Rahman ad-Dakhil (756 M) berhasil membangun pemerintahan yang berpusat di Andalusia.

Melalui Spanyol, Sicilia dan Perancis Selatan yang berada langsung di bawah pemerintahan Islam, peradaban Islam memasuki Eropa. Bahasa Arab menjadi bahasa internasional yang digunakan berbagai suku bangsa di berbagai negeri di dunia. Baghdad di Timur dan Cordova di Barat, dua kota raksasa Islam menerangi dunia dengan cahaya gilang-gemilang. Sekitar tahun 830 M, Alfonsi-Raja Asturia telah mendatangkan dua sarjana Islam untuk mendidik ahli warisnya. Sekolah Tinggi Kedokteran yang didirikan di Perancis (di Montpellier) dibina oleh beberapa orang Mahaguru dari Andalusia. Keunggulan ilmiah kaum muslimin tersebar jauh memasuki Eropa dan menarik kaum intelektual dan bangsawan Barat ke negeri-negeri pusatnya. Diantara mereka terdapat Roger Bacon (Inggeris); Gerbert d’Aurillac yang kemudian menjadi Paus Perancis pertama dengan gelar Sylvester II, selama 3 tahun tinggal di Todelo mempelajari ilmu matematika, astronomi, kimia dan ilmu lainnya dari para sarjana Islam.

Tidaklah mengherankan, karena pada saat kekhilafahan Islam berkuasa saat itu Spanyol menjadi pusat pembelajaran (centre of learning) bagi masyarakat Eropa dengan adanya Universitas Cordova. Di Andalusia itulah mereka banyak menimba ilmu, dan dari negeri tersebut muncul nama-nama ‘ulama besar seperti Imam Asy-Syathibi pengarang kitab Al-Muwafaqat, sebuah kitab tentang Ushul Fiqh yang sangat berpengaruh; Ibnu Hazm Al-Andalusi pengarang kitab Al-Fashl fi al-Milal wa al-Ahwa’ wa an-Nihal, sebuah kitab tentang perbandingan sekte dan agama-agama dunia, dimana bukti tersebut telah mengilhami penulis-penulis Barat untuk melakukan hal yang sama.

Di Andalusia (Spanyol bagian Selatan), berbagai universitasnya pada saat itu dipenuhi oleh banyak mahasiswa Katolik dari Perancis, Inggeris, Jerman dan Italia. Pada masa itu, para pemuda Kristen dari berbagai negara di Eropa dikirim berbondong-bondong ke sejumlah perguruan tinggi di Andalusia guna menimba ilmu pengetahuan dan teknologi dari para ilmuwan muslim. Adalah Gerard dari Cremona; Campanus dari Navarra; Aberald dari Bath; Albert dan Daniel dari Morley yang telah menimba ilmu demikian banyak dari para ilmuwan muslim, untuk kemudian pulang dan menggunakannya secara efektif bagi penelitian dan pengembangan di masing-masing bangsanya. Dari sini kemudian sebuah revolusi pemikiran dan kebudayaan telah pecah dan menyebarluas ke seluruh masyarakat dan seluruh benua. Para pemuda Kristen yang sebelumnya telah banyak belajar dari para ilmuwan muslim, telah berhasil melakukan sebuah transformasi nilai-nilai yang unggul dari peradaban Islam yang kemudian diimplementasikan pada peradaban mereka (Barat) yang selanjutnya berimplikasi terhadap kemajuan diberbagai bidang ilmu pengetahuan.

Semaraknya pengembangan ilmu dan pengetahuan di dunia Islam diindikasikan dengan banyaknya perpustakaan tersebar di kota-kota dan negeri-negeri Islam yang jumlahnya sangat fantastis. Sejarah mencatat, perpustakaan di Cordova pada abad 10 Masehi mempunyai 600.000 jilid buku. Perpustakaan Darul Hikmah di Cairo mempunyai 2.000.000 jilid buku. Perpustakaan Al Hakim di Andalusia mempunyai berbagai buku dalam 40 kamar yang setiap kamarnya berisi 18.000 jilid buku. Perpustakaan Abudal Daulah di Shiros (Iran Selatan) buku-bukunya memenuhi 360 kamar. Sementara ratusan tahun sesudahnya (abad 15 M), menurut catatan Catholik Encyclopedia, perpustakaan Gereja Canterbury yang merupakan perpustakaan dunia Barat yang paling kaya saat jumlah bukunya tidak melebihi 1.800 jilid buku.

Sejarah juga mencatat bahwa Uskup Agung Raymond di Spanyol mendirikan Badan Penterjemah di Todelo yang ditujukan guna menterjemahkan sebagian besar karangan sarjana-sarjana Muslim tentang ilmu pasti, astronomi, kimia, kedokteran, filsafat, dll, dimana waktu yang dibutuhkan untuk menterjemahkannya yaitu lebih dari satu setengah abad (1135-1284 M).

Dari pusat-pusat peradaban Islam yang meliputi Baghdad, Damaskus, Cordova, Sevilla, Granada dan Istanbul, telah memancarkan sinar gemerlap yang menerangi seluruh penjuru dunia terlebih Cordova, Sevilla, Granada yang merupakan bagian dari kekuasaan Islam di Spanyol telah banyak memberikan kontribusi besar terhadap tumbuh dan berkembangnya peradaban modern di dunia Barat.

PERIODE SETELAH DAULAT ABBASIYAH SAMPAI TUMBANGNYA KEKHILAFAHAN TURKI UTSMANI 
Pada masa Khilafah Utsmani, para ahli sejarah sepakat bahwa zaman Khalifah Sulaiman Al-Qanuni (1520-1566 M) merupakan zaman kejayaan dan kebesaran yang pada masanya telah jauh meninggalkan negara-negara Eropa di bidang militer, sains dan politik.

Pasca berakhirnya keluasaan Daulat Abbasiyah, kepemimpinan Islam berlanjut dengan kepemimpinan Daulat Utsmaniyah. Daulat Utsmaniyah yang juga dikenal dengan sebutan Kesultanan atau Kekaisaran Turki Ottoman, didirikan oleh Bani Utsman, yang selama lebih dari enam abad kekuasaannya (1299 s.d. 1923) dipimpin oleh 36 orang sultan, sebelum akhirnya runtuh dan terpecah menjadi beberapa negara kecil.

Kesultanan ini menjadi pusat interaksi antar Barat dan Timur selama enam abad. Pada puncak kekuasaannya, Kesultanan Utsmaniyah terbagi menjadi 29 propinsi dengan Konstantinopel (sekarang Istambul) sebagai ibukotanya. Pada abad ke-16 dan ke-17, Kesultanan Usmaniyah menjadi salah satu kekuatan utama dunia dengan angkatan lautnya yang kuat. Kekuatan Kesultanan Usmaniyah terkikis secara perlahan-lahan pada abad ke-19, sampai akhirnya benar-benar runtuh pada abad 20. Musuh-musuh Islam membutuhkan waktu selama satu abad untuk melepaskan ikatan ideologi Islam dari tubuh umat Islam, yang pada akhirnya tanggal 3 Maret 1924 M yang bertepatan dengan tanggal 28 Rajab 1342 Hijriah, melalui Mustafa Kemal Attaturk yang merupakan agen Inggris dan anggota Freemasonry (sebuah organisasi Yahudi), membubarkan institusi Kekhilafahan Islam terakhir di Turki dan menggantikannya dengan Republik Turki. Maka, sejak saat itu ideologi Islam benar-benar terkubur ditandai dengan dihilangkannya institusi khilafah oleh majelis nasional Turki dan diusirnya Khalifah terakhir.

BEBERAPA CATATAN PENTING
Menyimak betapa besar kontribusi Islam terhadap lahirnya peradaban Islam berskala dunia terutama dalam hal ilmu pengetahuan dan teknologi, sesungguhnya kemajuan yang dicapai Barat pada mulanya bersumber dari peradaban Islam. Dunia Barat sekarang sejatinya berterima kasih kepada umat Islam. Akan tetapi pada kenyataannya pihak Barat (non Muslim) telah sengaja menutup-nutupi peran besar atas jasa para pejuang dan ilmuwan muslim tersebut yang pada akhirnya terabaikan bahkan sampai terlupakan. Oleh karena itu, umat Islam perlu kembali menggelorakan semangat keilmuan para ilmuwan muslim atas sumbangsihnya yang amat besar bagi peradaban umat manusia di dunia dalam menyongsong kembali kejayaan Islam dan umatnya.

Kita dapat menyimak, bahwa puncak pencapaian penguasaan sains dan teknologi pada zaman kejayaan umat Islam masa lalu terkait erat dengan tegaknya sistem kekhilafahan, dimana adanya sistem komando yang terintegrasi secara global yang peranan secara politik sejalan dengan peranan agama. Kita juga mendapatkan gambaran dalam sejarah bahwa sosok para pemimpin terdahulu yang shaleh selain sebagai seorang negarawan yang handal dan mumpuni, juga sebagai seorang ‘ulama wara’ yang takut pada Rabb-nya, mencintai ilmu serta mencintai rakyatnya. Pada aspek ini kita bisa melihat adanya integrasi tiga pilar utama dalam pembentukan peradaban Islam yaitu agama, politik dan ilmu pengetahuan terpadu dalam satu kendali sistem kekhilafahan dibawah pimpinan seorang khalifah.

Keberlangsungan sistem kekhilafahan terutama sejak zaman Daulat Umayyah dan Daulat Abbasiyah walaupun bersifat khalifatul mulk (estapeta kepemimpinan didasarkan pada keturunan/dinasti) yang adakalanya dipimpin oleh orang shaleh dan sekali waktu dipimpin oleh orang zhalim dan durhaka, tetapi seburuk-buruk kondisi pada masa kehilafahan, masih jauh lebih baik daripada masa setelah tercerabutnya kehilafahan, karena pada masa kekhilafahan hukum Islam masih tegak dan ditaati oleh umat Islam, demikian juga adanya ketaatan terhadap berbagai fatwa para ‘ulama.

Segala hal yang baik dari para pendahulu umat Islam seyogiannya menjadi cerminan teladan bagi kita, sementara segala hal yang kurang baik, sejatinya dijadikan sebagai pelajaran yang sangat berharga.

Awal meredupnya peradaban Islam yang terjadi sejak abad ke-8 hijriah (abad 13 M) hingga abad ke-14 hijriah (abad 20 M) yang telah mengakibatkan proses peralihan dari peradaban Islam ke keradaban Barat yang ditandai dengan masa pencerahan di dunia Barat serta terjadinya penjajahan, penaklukan dan aneksasi terhadap negeri-negeri muslim oleh armada perang dari negara-negara Barat lebih disebabkan oleh melemahnya legitimasi politik dunia Islam karena peran kekhilafahan cenderung bersifat simbol serta hanya sebatas seremonial saja hingga tumbangnya sistem kekhilafahan di dunia Islam. Dari situlah kemudian dimulainya hegemoni dunia Barat terhadap dunia Islam.

Jadi, sesungguhnya faktor utama kekalahan dan melemahnya peran umat Islam bukanlah terletak pada kuatnya pihak musuh-musuh Islam, tetapi lebih disebabkan oleh melemahnya kekuatan umat Islam yang diakibatkan oleh perbuatan kemaksiatan yang dilakukan. Kemaksiatan terbesar terutama berupa sikap menyekutukan Alloh Swt (musyrik) dalam beribadah serta tidak memperdulikan lagi atas berbagai aturan (syari’at) yang diperintahkan-Nya.

Perbuatan maksiat yang dilakukan oleh umat Islam itulah yang telah dikhawatirkan oleh Umar bin Kaththabr.a. saat beliau menjadi Khalifah, hal ini sebagaimana dapat kita simak dari pesan tertulis beliau yang pernah disampaikannya kepada Sa’ad bin Abi Waqash ketika akan menghadapi sebuah pertempuran. Pada surat itu ditulis pesan sebagai berikut:

“Umar bin Kaththab ra. telah menulis sepucuk surat kepada Sa’ad bin Abi Waqash r.a.: ‘Sesungguhnya kami memerintahkan kepadamu dan kepada seluruh pasukan yang kamu pimpin, agar taqwa dalam segala keadaan, karena taqwa kepada Alloh merupakan seutama-utamanya persiapan dan strategi paling kuat dalam menghadapi pertempuran. Aku perintahkan pula kepadamu dan pasukan yang kamu pimpin agar benar-benar menjaga diri dari berbuat maksiat. Karena maksiat yang engkau perbuat pada saat berjuang lebih aku khawatirkan daripada kekuatan musuh, sebab engkau akan ditolong Alloh jika musuh-musuh Alloh telah berbuat banyak maksiat, karena jika tidak demikian kamu tidak akan punya kekuatan sebab jumlah kita tidaklah sebanyak jumlah pasukan mereka, dimana persiapan mereka berbeda dengan persiapan yang kita lakukan. Jika kita sama-sama berbuat maksiat sebagaimana yang dilakukan oleh musuh-musuh kita, maka kekuatan musuh akan semakin hebat. Sangatlah berat kita akan dapat mengalahkan musuh kita jika hanya mengandalkan pada kekuatan yang kita miliki, kecuali dengan mengandalkan ketaqwaan kita kepada Alloh dan senantiasa menjaga diri dari berbuat maksiat...” (Lihat : Kitab Al ‘Aqdul Farid jilid I, hlm. 101; Kitab Nihayatul Arab jilid VI, hlm. 168; Kitab Ikhbarul Umar wa Ikhbaru Abdullah bin Umar jilid I, hlm. 241-242; Kitab Ikbasu min Ikhbarul Khulafa Ar-Rosyidin hlm 779, serta buku Jihad tulisan Dr. Mahfudz Azzam, hlm. 28).


SENARAI PUSTAKA :
1. Abu Khalil, Syauqi. Harun Al Rasyid, Pemimpin dan Raja yang Mulia. Jakarta: Pustaka Azzam, 2002.
2. Al-Sharqawi, Effat. Filsafat Kebudayaan Islam. Bandung: Penerbit Pustaka, 1986.
3. Enan, M.A. Decisive Moments in the History of Islam (Detik-detik Menentukan dalam Sejarah Islam). Alih Bahasa oleh Mahyuddin Syaf, Surabaya: Bina Ilmu, 1979.
4. Gibbon, Edward. The Decline and The Fall of Roman Impire, Abridged and Illustrated London. United Kingdom: Bison Books Ltd. 1979.
5. Gutas, Dimitri. Greek Thought, Arabic Culture, The Graeco-Arabic Translation Movement in Baghdad and Early Abbasid Society (2nd-4th/8th-10 centuries). Routledge, London-New York, 1998.
6. Muttaqo Al Hindi. Kitab ‘Muntakhob Kanzu’l-Ummal, Jilid VI.
7. Koentjaraningrat. Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia, 1985.
Leaman, Oliver. Scientif and Philosophical Enquiry: Achievement and Reaction in Muslim History dalam Farhad Daftary (ed), Intellectual Traditions in Islam, I.B Tauris, London-New York in Association with The Institute of Ismaili Studies, 2000.
8. Leaman, Oliver. An Introduction to Medieval Islamic Philosophy, Cambridge: University Press, Cambridge, 1985.
9. Muhammad Ash-Shalabi, Ali. Bangkit & Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2004.
10. Nasution, Harun. Islam Ditinjau dari berbagai Aspeknya. Jilid I, cetakan kelima. Jakarta: UI Press, 1985.
11. Sou’yb, Joesoef. Sejarah Daulat Khulafaur Rasyidin. Jakarta: Bulan Bintang, 1979.
12. Sou’yb, Joesoef. Sejarah Daulat Umayyah. Jakarta: Bulan Bintang, 1977.
13. Sou’yb, Joesoef. Sejarah Daulat Abbasiah. Jakarta: Bulan Bintang, 1977.
14. Stryzewska, Bojena Gajane. Tarikh al-Daulat al-Islamiyah. Beirut: Al Maktab Al-Tijari, tanpa tahun.
15. Suyuthi, Imam. Tarikh Khulafa. Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 2006.
16. Syalabi, A. Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jilid I. Jakarta: Pustaka Alhusna, 1987, cet. V.
17. Watt, W. Montgomery. Kejayaan Islam: Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis. Yogyakarta: Tiara Wicana Yogya, 1990.
18. Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006.
19. Zarkasyi, Hamid Fahmy. Membangun Peradaban Islam. Makalah Workshop Pemikiran Ideologis, Forum Ukhuwwah Islamiyah, Daerah Istimewa Yogyakarta, 15 April 2007.
20. Zallum, Abdul Qadim. Konspirasi Barat Meruntuhkan Khilafah Islamiyah, Telaah Politik Menjelang Runtuhnya Negara Islam. Bangil: Al-Izzah, 2001.

Jumat, 28 Januari 2011

Dialog Pasir dan Air

Terik temanku yang bernama matahari semakin membakar anak dunia dalam kelana. "Hai temanku…! yang lembut dan halus oleh indahnya pantai". "Pernahkah kau berpikir kenapa tubuhmu hanya sekecil itu?" bahkan tak mampu apapun selain karena angin, kadang kau putih cantik teronggok tak berguna, hanya seorang anak pantailah yang setia menyapamu.Tidakkah kau ingin berjalan bersama angin ke tempat yang lebih jauh? Pasir dengan tenang menjawab "Hem………………mm…………………tak biasanya kau bertanya sepanjang ini duhai bening sejuk". "Aku berada disini untuk menjalani jalanku yang memang begini, Aku hanya mampu bertasbih atasNya,tak ingin aku pergi dari garis yang sudah terpatri untukku, layaknya dirimulah aku". "Kau mengalir jika memang ada jalan, kau lewati liuk-liuk indah alam karena disitu kau bergerak,kau terobos celah-celahku, kau lalui rongga-rongga berwarna coklat yang itu juga teman kita". "Pernahkah kau berpikir kenapa kau hanya seperti itu?" Karena kita disini mengabdi padaNya,  "Air sahabatku, kita haruslah bersyukur dapat menjalani semua dengan senyuman tanpa beban, tidakkah kau lihat satu mkhluk yang dapat perpikir menjadi tak berpikir karena ulah mereka sendiri dan hilang dari kodratnya". "Berada di alam ini ada pilihan dan ini adalah pilihanNya yang siapapun tidak dapat menolak. "Lihat itu sekelompok anak manusia yang dia dapat membuat pilihannaya sendiri!" "Hari ini dia memilih disini dengan tertawa, bernyanyi dan menegak syurga dunia, dibanding di Surau menikmati alunan cintaNya". "Rasakan damai kita saudaraku air, Kita bisa tertawa dengan nyata karena tidak ada yang terbohongi oleh kita dan tak ada yang terluka karena kita" Pasir dengan tercenung melanjutkan, "Suatu kali aku pernah berkunjung ke sebuah tempat karena anak manusia, perjalanan yang sangat panjang kutempuh disana aku berada di hamparan luas hijau milikNya tahu apa yang terjadi hijau daun lenyap seiring dengan gersang kehidupan pelakunya,   hari berganti, akupun ikut larut dalam angan mereka bersatu dengan batu dan kapur hingga tercipta sebuah bangunan megah dengan perlengkapan lengkap". "Esoknya apa yang terjadi?", "semua beriring dan bergerak serasa ke arahku, mereka bernyanyi, bercanda, berlaku layaknya tak berakal, mereka tak punya kehidupan, sampai akhirnya aku terbang bersama angin dan sampai di sini bersamamu kembali. "Ketika disana aku juga bertemu dengan saudara-saudaramu sebagian terlarut dalam indahnya musik dunia". "Sahabat baikku, air kini aku disini bersyukur di sini tempatku yang terbaik membuat panorama laut semakin semarak dan akupun tetap dapat bersujud padaNya tanpa merasa terganggu dengan dunia". "Kisahmu sangatlah indah pasir",  Kau mengingatkanku akan hakikat hidupku, aku jadi tahu bahwa yang membuat kita ada  pasti tahu yang terbaik bagi kita, mungkin teman-teman kita disana juga lebih siap dalam berhidup disana. "Dan kita nikmati waktu yang tersisa disini menjalani jalanNya tanpa noda, karena sebenarnaya itulah yang kita inginkan  bukan?", menjadi sesuatu seperti yang dikehendakiNya. (pasir dan air kemudian melenggang sambil tersenyum)Temaram ini semakin pekat, dalam senjanya menyongsong mentari esok. (perenungan 2005)

Maksud hati ingin "Mencontoh" Rasulullah, tapi ternyata SALAH

Bismillah,
Sebagaimana diketahui bersama, baru-baru ini kita dikejutkan dengan berita seorang ‘kiai’ (berusia 40 tahun lebih) yang menikahi seorang ANAK perempuan berusia 11 tahun (di beberapa sumber disebutkan berumur 12 tahun). Sang ‘kiai’ juga kemudian menikahi beberapa ANAK yang berusia lebih muda.
Sang ‘kiai’ mengatakan bahwa tindakannya ini diperbolehkan oleh agama (Islam) bla bla bla…dan ada ‘contoh’ dari Rasulullah SAW yg menikahi Aisyah yg berumur 7 tahun bla bla bla…
Pertanyaannya, apakah benar Islam (notabene Rasulullah SAW) mengajarkan hal seperti itu? Baiklah, mari kita lihat dan tinjau sejenak tentang ‘isu’ (hoax?) Rasulullah SAW menikahi Aisyah dalam usia 7 tahun tersebut.

Alhamdulillah, saya temukan sebuah artikel yang dimaksud, meski nampaknya bukan versi yang full, karena seingat saya, artikel yg saya simpan lebih panjang dan lebih jelas. Namun, saya pikir artikel di bawah ini cukup membantu ‘menjernihkan’ riwayat (hoax) pernikahan Rasulullah SAW dengan Aisyah.
Meluruskan Riwayat Pernikahan Sitti ‘Aisyah RA
Baru-baru ini [22 Desember 2002] diperingati hari ibu. Saya teringat riwayat pernikahan Ummul Mu’miniyn (Ibu para Mu’minin) Sitti ‘Aisyah Radhiaya Lla-hu ‘Anhaa yang perlu diluruskan. Seperti diketahui dalam riwayat yang umum dituliskan di buku-buku dan diajarkan di madrasah, maupun di sekolah umum Sitti ‘Aisyah RA dinikahkan pada umur 6 tahun dan baru umur 9 tahun serumah dengan Nabi Muhammad SAW. Riwayat inilah yang perlu diluruskan.
Hadits mengenai umur Sitti ‘Aisyah RA tatkala dinikahkan adalah problematis, alias dhaif. Beberapa riwayat yang termaktub dalam buku-buku Hadits berasal hanya satu-satunya dari Hisyam ibn ‘Urwah yang didengarnya sendiri dari ayahnya.
Mengherankan mengapa Hisyam saja satu-satunya yang pernah menyuarakan tentang umur pernikahan Sitti ‘Aisyah RA tersebut. Bahkan tidak oleh Abu Hurairah ataupun Malik ibn Anas.
Itupun baru diutarkan Hisyam tatkala telah bermukim di Iraq. Hisyam pindah bermukim ke negeri itu dalam umur 71 tahun.
Mengenai Hisyam ini Ya’qub ibn Syaibah berkata: “Yang dituturkan oleh Hisyam sangat terpecaya, kecuali yang disebutkannya tatkala ia sudah pindah ke Iraq.”
Syaibah menambahkan, bahwa Malik ibn Anas menolak penuturan Hisyam yang dilaporkan oleh penduduk Iraq (Tahzib alTahzib, Ibn Hajar alAsqalani, Dar Ihya alTurath alIslami, jilid II, hal.50).
Termaktub pula dalam buku tentang sketsa kehidupan para perawi Hadits, bahwa tatkala Hisyam berusia lanjut ingatannya sangat menurun (alMaktabah alAthriyyah, Jilid 4, hal.301).
Alhasil, riwayat umur pernikahan Sitti ‘Aisyah RA yang bersumber dari Hisyam ibn ‘Urwah, tertolak.
Untuk selanjutnya terlebih dahulu dikemukakan peristiwa secara khronologis:
- pre 610 Miladiyah (M): zaman Jahiliyah
- 610 M: Permulaan wahyu turun
- 610 M: Abu Bakr RA masuk Islam
- 613 M: Nabi Muhammad SAW mulai menyiarkan Islam secara terbuka
- 615 M: Ummat Islam Hijrah I ke Habasyah
- 616 M: Umar bin al Khattab masuk Islam
- 620 M: Sitti ‘Aisyah RA dinikahkan
- 622 M: Hijrah ke Madinah
- 623/624 M: Sitti ‘Aisyah serumah sebagai suami isteri dengan Nabi Muhammad SAW
Menurut Tabari: Keempat anak Abu Bakr RA dilahirkan oleh isterinya pada zaman Jahiliyah, artinya pre-610 M. (Tarikh alMamluk, alTabari, Jilid 4, hal.50). Tabari meninggal 922 M.
Jika Sitti ‘Aisyah dinikahkan dalam umur 6 tahun berarti Sitti ‘Aisyah lahir tahun 613 M. Padahal manurut Tabari semua keempat anak Abu Bakr RA lahir pada zaman Jahiliyah, yaitu pada tahun sebelum 610 M. Alhasil berdasar atas Tabari, Sitti ‘Aisyah RA tidak dilahirkan 613 M melainkan sebelum 610.
Jadi kalau Sitti ‘Aisyah RA dinikahkan sebelum 620 M, maka beliau dinikahkan pada umur di atas 10 tahun dan hidup sebagai suami isteri dengan Nabi Muhammad SAW dalam umur di atas 13 tahun.
Jadi kalau di atas 13 tahun, dalam umur berapa? Untuk itu marilah kita menengok kepada kakak perempuan Sitti ‘Aisyah RA, yaitu Asmah.
Menurut Abd alRahman ibn abi Zannad: “Asmah 10 tahun lebih tua dari Sitti ‘Aisyah RA (alZahabi, Muassasah alRisalah, Jilid 2, hal.289).
Menurut Ibn Hajar alAsqalani: Asmah hidup hingga usia 100 tahun dan meninggal tahun 73 atau 74 Hijriyah (Taqrib al Tahzib, Al-Asqalani, hal.654).
Alhasil, apabila Asmah meninggal dalam usia 100 tahun dan meninggal dalam tahun 73 atau 74 Hijriyah, maka Asma berumur 27 atau 28 tahun pada waktu Hijrah, sehingga Sitti ‘Aisyah berumur (27 atau 28) - 10 = 17 atau 18 tahun pada waktu Hijrah, dan itu berarti Sitti ‘Aisyah mulai hidup berumah tangga dengan Nabi Muhammad SAW pada waktu berumur 19 atau 20 tahun. WaLlahu a’lamu bishshawab.
*** Makassar, 29 Desember 2002
[H.Muh.Nur Abdurrahman]
Anda sudah baca? Mudah-mudahan cukup jelas. :-)
Sayangnya artikel kritis ini tidak (mudah2an hanya belum saja) diketahui oleh masyarakat (muslim) secara luas. Akibatnya, kaum muslim sendiri tidak bisa membela aqidahnya ketika para musuh Islam meluncurkan senjata ‘mematikan’ ini . Dengan dimuatnya artikel ini di blog ini, mudah2an bisa membantu mencerahkan saudara2 kita yang lain.
Jadi, pak ‘kiai’, jika anda hendak mencontoh nabi (versi) anda, yaaa monggo. Tapi tolong JANGAN KATAKAN ANDA MENCONTOH RASULULLAH SAW, terutama jika anda (maaf) tidak belum menelaah secara rinci kehidupan Rasulullah SAW, terutama ‘contoh’ pernikahan Rasulullah SAW dg anak perempuan berumur 7 tahun, yg selama ini anda pahami (namun ternyata salah).
Semoga artikel ‘pencerahan’ ini bisa menyejukkan kaum muslim. Aamiin :-)

Sumpah Suci Orang Suci

Seorang suci sedang bermeditasi di bawah sebuah
pohon pada pertemuan dua jalan. Meditasinya
terganggu seorang pemuda yang berlari dengan
panik ke arah jalan yang menuju dirinya.
“Tolonglah saya,” pemuda itu memohon. “Ada orang yang salah
menuduh, dikiranya saya mencuri. Ia mengejar saya bersama
banyak orang. Kalau mereka sampai menangkap saya, kedua
tangan saya akan dipotong.”
Pemuda itu kemudian memanjat pohon yang digunakan
pendeta itu untuk bermeditasi dan cepat bersembunyi di antara
dahan-dahannya, “ Tolong jangan katakan kepada mereka
dimana saya bersembunyi,” kata pemuda itu memelas. Pendeta
suci itu melihat dengan mata hatinya, bahwa si pemuda
memang tidak bersalah dan telah berkata sesungguhnya.
Beberapa menit kemudian datanglah sekelompok orang desa
dan pemimpinnya bertanya, “Bapak melihat pemuda yang
berlari ke arah sini?”
Berpuluh tahun sebelumnya pendeta itu pernah bersumpah
untuk selalu berkata jujur, jadi ia mengatakan telah melihat
pemuda itu.
“Kemana perginya?” kata si Kepala Desa itu tak sabar.
Pendeta itu sebenarnya tidak ingin mengkhianati pemuda,
namun sumpahnya telah menakutkannya. Ditunjuknya pohon
di atasnya. Penduduk desa beramai-ramai menyeret si pemuda
keluar dari sela-sela dahan dan memotong kedua tangannya.
Ketika pendeta itu mati, dia dibawa ke Mahkamah Agung Surga.
Ia dikutuk karena sikapnya terhadap pemuda tidak berdosa itu.
Tetapi, si pendeta protes, “saya telah bersumpah suci saya akan
selalu berkata jujur.”
Pengadilan itu berkata, “Namun hari itu kamu lebih mencintai
kebanggaan dari kebajikan. Bukan demi kebajikan kamu
menyerahkan pemuda itu kepada penuntutnya, namun kamu
semata-mata mempertahankan citra kosong tentang dirimu
sendiri sebagai orang ‘suci’.
Kebajikan manusia yang terbatas kerap memandu pemahaman
menjadi kekuatan yang memaksa kita untuk berbuat jahat...

============================================
Sumber artikel, dari buku:
Sudarmono, Dr.(2010). Mutiara Kalbu Sebening Embun Pagi, 1001 Kisah Sumber Inspirasi. Yogyakarta: Idea Press. Volume 2. Hal. 290-291. ISBN 978-6028-686-938.

Mampukah Kita Mencintai Tanpa Syarat...???

Dilihat dari usianya beliau sudah tidak muda lagi, usia
yang sudah senja bahkan sudah mendekati malam,
Pak Suyatno 58 tahun kesehariannya diisi dengan
merawat istrinya yang sakit istrinya juga sudah tua. mereka
menikah sudah lebih 32 tahun Mereka dikarunia 4 orang anak
di sinilah awal cobaan menerpa, setelah istrinya melahirkan anak
ke empat tiba-tiba kakinya lumpuh dan tidak bisa digerakkan
itu terjadi selama 2 tahun, menginjak tahun ketiga seluruh
tubuhnya menjadi lemah bahkan terasa tidak bertulang
lidahnyapun sudah tidak bisa digerakkan lagi.
Setiap hari Pak Suyatno memandikan, membersihkan kotoran,
menyuapi, dan mengangkat istrinya ke atas tempat tidur.
Sebelum berangkat kerja dia letakkan istrinya didepan TV
supaya istrinya tidak merasa kesepian.
Walau istrinya tidak dapat bicara tapi dia selalu melihat istrinya
tersenyum, untunglah tempat usaha Pak Suyatno tidak begitu
jauh dari rumahnya sehingga siang hari dia pulang untuk
menyuapi istrinya makan siang. Sorenya dia pulang
memandikan istrinya, mengganti pakaian dan selepas maghrib
dia temani istrinya nonton televisi sambil menceritakan apaapa
saja yang dia alami seharian.
Walaupun istrinya hanya bisa memandang tapi tidak bisa
menanggapi, Pak Suyatno sudah cukup senang bahkan dia
selalu menggoda istrinya setiap berangkat tidur.
Rutinitas ini dilakukan Pak Suyatno lebih kurang 25 tahun,
dengan sabar dia merawat istrinya bahkan sambil membesarkan
ke empat buah hati mereka, sekarang anak-anak mereka sudah
dewasa tinggal si bungsu yg masih kuliah.
Pada suatu hari ke empat anak Suyatno berkumpul dirumah
orang tua mereka sambil menjenguk ibunya. Karena setelah
anak mereka menikah sudah tinggal dengan keluarga masingmasing
dan Pak Suyatno memutuskan ibu mereka dia yg
merawat, yang dia inginkan hanya satu semua anaknya berhasil.
Dengan kalimat yg cukup hati-hati anak yg sulung berkata “Pak
kami ingin sekali merawat ibu , semenjak kami kecil melihat
bapak merawat ibu tidak ada sedikitpun keluhan keluar dari
bibir bapak.........bahkan bapak tidak ijinkan kami menjaga ibu” .
Dengan air mata berlinang anak itu melanjutkan kata-katanya”
sudah yg keempat kalinya kami mengijinkan bapak menikah
lagi, kami rasa ibupun akan mengijinkannya, kapan bapak
menikmati masa tua bapak dengan berkorban seperti ini kami
sudah tidak tega melihat bapak, kami janji kami akan merawat
ibu sebaik-baik secara bergantian”.
Pak Suyatno menjawab hal yg sama sekali tidak diduga anak2
mereka.
“Anak-anakku ......... Jikalau perkawinan dan hidup didunia ini
hanya untuk nafsu, mungkin bapak akan menikah......tapi
ketahuilah dengan adanya ibu kalian disampingku itu sudah
lebih dari cukup, dia telah melahirkan kalian…sejenak
kerongkongannya tersekat,... kalian yg selalu kurindukan hadir
didunia ini dengan penuh cinta yg tidak satupun dapat
menghargai dengan apapun. coba kalian tanya ibumu apakah
dia menginginkan keadaanya seperti ini.
Kalian menginginkan bapak bahagia, apakah bathin bapak bisa
bahagia meninggalkan ibumu dengan keadaanya sekarang,
kalian menginginkan bapak yg masih diberi Tuhan kesehatan
dirawat oleh orang lain, bagaimana dengan ibumu yg masih
sakit.”
Sejenak meledaklah tangis anak-anak Pak Suyatno. Merekapun
melihat butiran2 kecil jatuh dipelupuk mata Ibu Suyatno..
dengan pilu ditatapnya mata suami yg sangat dicintainya itu.
Sampailah akhirnya Pak Suyatno diundang oleh salah satu stasiun
TV swasta untuk menjadi nara sumber dan merekapun
mengajukan pertanyaan kepada Suyatno
kenapa mampu bertahan selama 25 tahun merawat Istrinya yg
sudah tidak bisa apa-apa.
disaat itulah meledak tangis beliau dengan tamu yg hadir di
studio. kebanyakan kaum perempuanpun tidak sanggup
menahan haru
disitulah pak Suyatno bercerita;
***Jika manusia didunia ini mengagungkan sebuah cinta dalam
perkawinannya, tetapi tidak mau memberi ( memberi waktu,
tenaga, pikiran, perhatian ) adalah kesia-siaan.
Saya memilih istri saya menjadi pendamping hidup saya, dan
sewaktu dia sehat diapun dengan sabar merawat saya, mencintai
saya dengan hati dan batinnya bukan dengan mata, dan dia
memberi saya 4 orang anak yg lucu-lucu. Sekarang dia sakit
karena berkorban untuk cinta kita bersama…dan itu merupakan
ujian bagi saya, apakah saya dapat memegang komitmen untuk
mencintainya apa adanya, sehatpun belum tentu saya mencari
penggantinya apalagi dia sakit
***

============================================
Sumber artikel, dari buku:
Sudarmono, Dr.(2010). Mutiara Kalbu Sebening Embun Pagi, 1001 Kisah Sumber Inspirasi. Yogyakarta: Idea Press. Volume 2. Hal. 301-303. ISBN 978-6028-686-938.

Selasa, 11 Januari 2011

Sejarah Kota Sibolga

Menurut penulis Sejarah Sibolga, Tengku Luckman Sinar SH—dengan mengutip hasil catatan riset seorang pembesar Belanda, EB Kielstra - disebutkan bahwa sekitar tahun 1700 seorang dari Negeri Silindung bernama Tuanku Dorong Hutagalung mendirikan Kerajaan Negeri Sibogah, yang berpusat di dekat Aek Doras. Dalam catatan EB Kielstra ditulis tentang Raja Sibolga: "Disamping Sungai Batang Tapanuli, masuk wilayah Raja Tapian Nauli berasal dari Toba, terdapat Sungai Batang Sibolga, di mana berdiamlah Raja Sibolga."

Penetapan tahun 1700 itu diperkuat analisis tingkat keturunan yakni bahwa Marga Hutagalung yang telah berdiam di Sibolga sudah mencapai sembilan keturunan. Kalau jarak kelahiran antara seorang ayah dengan anak pertama adalah 33 tahun -angka ini adalah rata-rata usia nikah menurut kebiasaan orang Batak—lalu dikalikan jumlah turunan yang sudah sembilan itu, itu berarti sama dengan 297 tahun. Maka kalau titik tolak perhitungan adalah tahun 1998, yaitu waktu diselenggarakannya Seminar Sehari Penetapan Hari Jadi Sibolga pada 12 Oktober 1998, itu berarti ditemukan angka 1701 tahun.

Tentang nama atau sebutan Sibolga, dicerita-kan bahwa pada awal-nya Ompu Datu Hurinjom yang membuka perkampungan Simaninggir, mempu-nyai postur tubuh tinggi besar, di samping memiliki tenaga dalam yang kuat. Adalah tabu bagi orang Batak menyebut nama seseorang secara langsung apalagi orang tersebut lebih tua dan dihormati, maka untuk menyebut nama kampung yang dibuka Ompu Datu Hurinjom dipakai sebutan "Sibalgai", yang artinya kampung atau huta untuk orang yang tinggi besar.

Asal kata Sibolga dengan pengertian tersebut lebih dapat diterima daripada untuk istilah "Bolga-Bolga", yaitu nama sejenis ikan yang hidup di pantai berawa-rawa; atau istilah "Balga Nai" yang berarti besar untuk menunjukkan ke arah luasnya lautan. Orang Batak biasanya menggunakan kata "bidang" untuk menggambarkan sesuatu yang luas, bukan kata balga yang berarti besar.

Tapi apa pun kisah awal kelahiran nama dan Kerajaan Sibolga, kota di Teluk Tapian Nauli ini telah menjalankan peran sejarah yang sangat berarti. Di masa lalu Sibolga berjaya sebagai pelabuhan dan gudang niaga untuk barang-barang hasil pertanian dan perkebunan seperti karet, cengkeh, kemenyan dan rotan. Inggris bahkan pernah menjadikan Sibolga sebagai pelabuhan gudang niaga lada terbesar di Teluk Tapian Nauli.

Lebih dari itu, berdasarkan Besluit Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada 7 Desember 1842 tempat kedudukan Residen Tapanuli dipindahkan dari Air Bangis ke Sibolga, dan sejak itulah Sibolga resmi menjadi Ibukota Keresidenan. Meski statusnya sebagai Ibukota Keresidenan sempat dipindahkan ke Padang Sidempuan antara tahun 1885 - 1906, namun predikat itu akhirnya kembali lagi ke Sibolga berdasarkan Staadblad yang dikeluarkan pada 1906 itu.

Dalam perjalanannya, pada 1850, di masa Mohd Syarif menjadi Datuk Poncan, bersama-sama dengan Residen Kompeni Belanda bernama Conprus, mereka pindah dari Pulau Poncan ke Pasar Sibolga. Pada tahun ini pula rawa-rawa besar itu ditimbun untuk menyusunnya menjadi sebuah negeri pula.

Sibolga jolong basusuk
Banda digali urang rantau
Jangan manyasa munak barisuk
Kami sapeto dagang sansai

Maksudnya yakni bahwa pada mulanya Kota Sibolga ini dibangun dengan menggali parit-parit dan bendar-bendar untuk mengeringkan rawa-rawa besar itu, dengan menggerakkan para narapidana (rantai) serta ditambah dengan tenaga-tenaga rodi, ditim-bunlah sebagian rawa-rawa itu dan berdirilah negeri baru Pasar Sibolga.

Di masa Sibolga dibangun menjadi kota, istana raja yang berada di tepi Sungai Ack Doras dan pemukiman di sekelilingnya dipindahkan ke kampung baru, Sibolga Ilir. Di atas komplek tersebut dibangun pendopo Residen dan perkantoran Pemerintah Belanda. Walaupun pada tahun 1871 Belanda menghapuskan sistem pemerintahan raja-raja dan diganti dengan Kepala Kuria, namun Anak Negeri menganggapnya tetap sebagai Raja dan sebagai pemangku adat.

Sementara Datuk Poncan di Sibolga diberi jabatan sebagai Datuk Pasar dan tugasnya memungut pajak anak negeri yang tinggal di Kota Sibolga terhadap warga Cina perantauan, Di dalam melaksanakan tugasnya, Datuk Pasar dibantu oleh Panghulu Batak, Pangulu Malayu, Pangulu Pasisir, Pangulu Nias, Pangulu Mandailing dan Pangulu Derek.

Pada 1916 Datuk Stelsel dihapuskan serta diganti dengan Demang Stelsel, mengepalai satu-satu distrik menurut pembagian yang diadakan, dalam mana Pasar Sibolga masuk Distrik Sibolga, sebagaimana beberapa resort kekuriaan. Untuk memudahkan kontrol berdasarkan Besluit Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Keresidenan Tapanuli dibagi menjadi tujuh Afdeling yaitu Afdeling Singkil, Sibolga, Nias, Barus, Natal, Angkola dan Mandailing. Sedangkan Afdeling Sibolga terdiri dari beberapa distrik yakni Distrik Sibolga, Distrik Kolang, Tapian Nauli, Sarudik, Badari, dan Distri Sai Ni Huta.

Pada masa Pemerintahan Militer Jepang, Kota Sibolga dipimpin oleh seorang Sityotyo (baca: Sicoco) di samping jabatannya selaku Bunshutyo (baca: Bunsyoco), tapi dalam kenyataanya adalah Gunyo yang memegang pimpinan kota sebagai kelanjutan dari Kepala Distrik yang masih dijabat oleh bekas demang, ZA Sutan Kumala Pontas.

Pada masa pendudukan Jepang, Mohammad Sahib gelar Sutan Manukkar ditunjuk sebagai Kepala Kuria dengan bawahan Mela, Bonan Dolok, Sibolga Julu, Sibolga Ilir, Huta Tonga-tonga, Huta Barangan dan Sarudi. Beliau inilah yang menjadi Kepala Kuria yang terakhir di Sibolga karena setelah zaman kemerdekaan, sekitar tahun 1945 istilah Kepala Kuria praktis sudah tidak ada lagi.

Mengenai Sejarah Kuno Sibolga

Tidak dapat diketahui secara pasti sejak kapan bumi Teluk Tapian Nauli mulai dihuni orang. Namun berdasarkan sejumlah catatan sejarah, diperkirakan sejak tahun 1500 sudah terjadi hubungan dagang antara para penghuni Teluk Tapian Nauli dengan dunia luar yang paling jauh yakni negeri orang-orang Gujarat dan pendatang dari negeri asing lain seperti Mesir, Siam, Tiongkok. Para golongan terkemuka Tapian Nauli juga sudah dikenal di Mesopotamia, paling tidak melalui sejarah lisan yang dibawa saudagar Arab.

Tercatat pula bahwa pada tahun 1500 itu pelaut Portugis sudah hilir mudik di lautan dalam rangka mencari dan mengumpulkan rempah-rempah untuk dibawa ke Eropa. Uang Portugis yang beredar di kalangan masyarakat yang berdiam di Teluk Tapian Nauli saat itu merupakan salah satu bukti. Ketika itu keberadaan Teluk Tapian Nauli sangat penting. Selain sebagai pangkalan pengambilan garam, dusun ini terkenal juga sebagai pangkalan persinggahan perahu-perahu mancanegara guna mengambil air untuk keperluan pelayaran jauh.

Peranan Teluk Tapian Nauli sebagai pangkalan persinggahan dan pelabuhan dagang semakin dikukuhkan ketika Belanda dan Inggris memasuki wilayah itu di kemudian hari. Kapal Belanda di bawah pimpinan Gerard De Roij datang kepantai Barat Sumatera—Teluk Tapian Nauli—pada 1601. Sedangkan Inggris memasuki wilayah ini pada 1755.

Kehadiran dan gerak langkah Belanda dan Inggris di Teluk Tapian Nauli bisa dilihat dari beberapa kronologi peristiwa berikut ini:

1604 : Perjanjian antara Aceh dengan Belanda, yaitu antara Sultan Iskandar dengan Oliver.

1632 : Kapal Belanda mulai berhadapan dengan Inggris di Pantai Barat Sumatera dalam rangka kepentingan dagang.

1667 : Belanda mendirikan benteng (loji) di Padang.

1668 : Belanda mulai dengan politik adu domba, menghasut Tiku dan Pariaman lepas dari Aceh. Barus pro Pagaruyung diusir dari berbagai tempat.

1669 : Setelah berkuasa di Sumatera Barat, Belanda mulai mengincar pesisir Tapanuli dan mendirikan loji di Barus.

1670 : Karena keserakahan Belanda (VOC) dengan praktek dagangnya yang monopolistis, pemberontakan di Barus terhadap Belanda tidak dapat dielakkan dan terus meningkat. Raja Barus dibantu oleh adiknya Lela Wangsa berhasil mengusir Belanda dan menghancurkan loji Belanda.

1678 : Belanda dapat membalas, namun pada ketika itu perang sengit antara Raja Barus dengan Belanda terus berkobar. Raja Barus melakukan taktik gerilya. Putera raja di Hulu berhasil membuhuh dokter Belanda dan seorang serdadu Belanda. Namun Belanda berhasil menangkap Raja I^ela Wangsa dan membuangnya ke Afrika Selatan.

1733 : Belanda semakin merajalela dengan berhasilnya menangkap Raja Barus. Seterusnya bukan hanya Barus saja yang diserang, tapi Belanda juga menyerang Sorkam. Kolang dan Sibolga.

1734 : Oleh karena Belanda telah melakukan penyerangan terhadap Raja-Raja yang ada di Teluk Tapian Nauli, maka Raja-Raja yang ada di Teluk Tapian Nauli mengkonsolidasikan diri, maka lahun ini terjadilah peperangan secara besar-besaran terhadap Belanda. Serangan datang dari Sibolga, Kolang, Sorkam dan Barus dipelopori anak Yang Dipertuan Agung Pagaruyung.

1735 : Belanda terkejut dan kewalahan menghadapi peperangan ini. Belanda melakukan penelitian, dan ternyata diketahui bahwa semangat patriotisme yang dikobarkan dari Raja Sibolga itulah sumber kekuatan. Belanda ingin melampiaskan rasa penasarannya kepada Raja Sibolga, namun tidak berhasil, Antara 1755-1815 pesisir Pantai Barat Sumatera Utara, Teluk Tapian Nauli, berada di bawah pengaruh Inggris. Pada 1755 Inggris memasuki Tapian Nauli dan membuat benteng di Bukit Pulau Poncan Ketek (Kecil). Mereka mulai menguasai loji-loji Belanda dan markas Aceh yang berada di pesisir Barat Tapanuli.

1758 : Pasukan Inggris mulai mengusir loji-loji Belanda dan juga markas Aceh dari pesisir barat Tapanuli. Silih berganti usir-mengusir antara Inggris dengan Belanda.

1761 : Perancis meninggalkan Poncan. Kemudian Inggris datang bekerjasama dengan penduduk Tapian Nauli dan Sibolga.

1770 : Karena suasana perdagangan mulai tenang, maka Inggris mendatangkan budak dari Afrika dan India untuk mengerjakan urusan dagang dan perkebunan Inggris. Kuria Tapian Nauli dan Raja Sibolga merasa keberatan atas tindak tanduk Inggris ini.

1771 : Stains East Indian Company Inggris di Tapanuli dinaikkan menjadi "Residency Tappanooly".

1775 : Karena dagang Inggris mulai menurun karena tidak mendapat simpati dari Kuria Tapian Nauli dan Raja Sibolga, maka Belanda mengambil kesempatan mengadakan perjanjian dagang dengan Kuria Tapian Nauli dan Raja Sibolga.

1780 : Puncak perselisihan antara Belanda dengan Inggris adalah persoalan monopoli garam. Kesempatan ini dipergunakan oleh Aceh untuk menyerang Inggris di Teluk Tapian Nauli. Aceh untuk sementara dapat menduduki Teluk Tapian Nauli, akan tetapi Inggris meminta bantuan dari Natal dan Inggris kembali menduduki Tapian Nauli (Poncan Ketek).

1786 : Aceh kembali menyerang Inggris di Tapian Nauli. Serangan ini tidak berhasil karena Inggris meminta bantuan ke Natal.

1801 : Jhon Prince ditetapkan menjadi Residen Tapanuli berkedudukan di Poncan Ketek. Sejak saat itu Poncan Ketek mulai ramai didatangi oleh orang Cina, India, dan lain-lain.

1815 : Residen Jhon Prince mengadakan kontrak perjanjian dengan Raja-Raja sekitar Teluk Tapian Nauli, termasuk Raja Sibolga. Perjanjian ini disebut "Perjanjian Poncan" atau "Perjanjian Batigo Badusanak".

1825 : Inggris menyerahkan Poncan kepada Belanda, sebagai realisasi Traktat London 17-3-1824.

1850 : Belanda mulai menata pemukiman di Sibolga dengan menimbun rawa-rawa dan membuat parit-parit.

1851 : Pengukuhan Adat Pusaka di Teluk Tapian Nauli dan sekitarnya oleh Residen Tapanuli Conprus

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More